Kompleksitas permasalah dalam penyelenggaraan haji dari tahun ke tahun, menuntut lahirnya system manajemen yang mampu mengakses segenap fungsi-fungsi manajerial seperti, perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasiaan, serta adanya pengawaasan, guna mencapai penyelenggaraan haji yang aman, lancar, nyaman, tertib, teratur dan ekonomis. Secara singkat dapat dikatakan manajemen haji diperlukan untuk terciptanya penyelenggaran haji yang efektif, efisien dan rasional.
Secara garis besar, manajemen haji itu dihadapkan pada enam tugas pokok, yakni:
membangun hubungan/jejaring kenegaraan, dalam ranah diplomatic dengan Negara tujuan haji, yakni Saudi Arabia
menyusun rencana dan program agar berada dalam bingkai tujuan dan misi pelasanaan haji secara keseluruhan
bertanggungjawab atas keseluruhan aspek penyelenggaran haji
menyelenggarakan operasional haji dengan aman, selamat, tertib, teratur dan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat
mengakomodasi perbedaan aliran keagaam [mazhad] yang dianut masyarakat dan besarnya jumlah jamaah haji dengan porsi yang terbatas
pelestarian nilai-nilai dalam lkaitannya dengan hubungan social kemasyarakatan.
Sisi lain yang dikedepankan adalah sebuah prinsip-prinsip yang dapat membuat penyelenggarakan haji berada pada resonansi kemajuan teknologi dan kecenderungan internasionalisasi dan globalisasi, tanpa kehilangan nilai-nilai. Pada akhirnya sebuah penyelenggaran itu mampu adaptip, inistif, kreatif, inovatif.
Itulah sebuah tawaran pikir yang dilakukan Achmad Nidjam dan Alatief Hanan, dalam bukunya yang diberi judul “Manajemen Haji”
Data Buku
JUDUL: Manajemen Haji
PENULIS: Achmad Nidjam dan Alatief Hanan
PENERBIT: Mediacita Jalan. Masjid Al-Munir No. 19 Kelurahan Makasar. Jakarta Timur 13570 Telp. 021-80887826
ISBN: 979-25-6840-9
CETAKAN: IV 2006[Edisi Revisi]
TEBAL: xxiv + 200 hlm, 14,5 x 20,5
Buku ini membentangkan secara utuh pelaksanaan haji, dan sengaja memutar ulang pelaksanaan haji dari tahun ke tahun, selanjutnya direfleksikan guna memprediksi pelaksanaan haji dikemudian hari lebih baik.
Pelaksanaan haji sebelum Indonesia merdeka juga diungkap kendati secara sepintas, namun sangat berharga untuk memberikan info bagaimana potensi haji Indonesia ketika itu. Dari paparan itu dapat dikethaui bahwa jemaah haji indobesia itu sangat potensial.
Menurut Staatblad van Nederlandsch tahun 1859, jumlah haji Indonesia ketika itu sudah mencapai 12.985 orang.
Melihat banyaknya haji ketika itu, pemerintah Hindia Belanda mulai mengkalkulasi, dan secara terselubung melakukan kendali. Jumlah jamaah haji dibatasi, bahkan mengeluarkan “ordonansi” yang berisi:
Satu, calon jamaah haji diwajibkan memilki surat keterangan dari Bupati, yang menerangkan bahwa calon jamaah haji mampu dan memiliki dana yang cukup untuk perjalanan pergi dan pulang, serta mampu memberikan nafkah kepada keluarga yang ditinggalkan
Dua, sekembali ke tanah air, jamaan haji harus menjalani ujian haji, sebagai bukti dia benar-benar telah menunaikan ibadah haji [mengunjungi Makah]
Tiga, setelah lulus ujian, maka jamaah haji diperbolehkan menyandang “gelar” dan memakai busana khusu haji.
Dari ordinansi itu, dapat diketahui kalau pemerintah Hindia Belanda mulai kuatir jika jamaah haji terlalu banyak, akan membentuk pan islamisme. Jika demikian maka hal ini sangat membahayakan pemerintah Hindia Belanda.
Buku ini sangat dianjurkan jika seorang-orang ingin melakukan riset tentang Haji Indonesia, juga mahasiswa yang ingin menulis skripsi tentang haji.